Maqlubah, Hidangan Shalahuddin Al-Ayyubi
Bertahun-tahun lamanya, rakyat Palestina tentunya menentang penjajahan yang dilakukan di atas tanah mereka sendiri. Suatu ketika, mereka bergerak dengan membawa sepanci nasi maqlubah dan nampan untuk wadah membaliknya. Makanan ini dibuat dalam porsi besar dan hanya dalam acara tertentu. Mereka biasa menyantapnya bersama-sama dengan posisi melingkar. Di tempat asalnya, nasi maqlubah dihidangkan untuk dimakan dengan tangan. Nasi maqlubah juga biasa dinikmati dengan roti pita atau roti yang tipis. Bukan hanya di Palestina, nasi maqlubah juga menyebar ke negara lain. Di negara lain, seperti Oman, nasi maqlubah bisa dihidangkan bersama topping udang sebagai pengganti daging kambing dan disajikan dengan saus yang terbuat dari yoghurt. Sebenarnya apa itu nasi maqlubah dan seperti apa sejarahnya?
Kata “maqlubah” berasal dari Bahasa Arab yang artinya dibalik atau terbalik. Mengapa disebut terbalik? Itu tergantung cara masaknya. Nasi maqlubah ini memiliki cara yang unik dalam mengolahnya, susunan bahan-bahannya yaitu daging kambing bagian paha disimpan di paling bawah, di atas daging kambing disimpan sayuran, sayuran yang biasa digunakan adalah terung, wortel, tomat, dan kismis. Terakhir, disimpan nasi paling atas. Begitu disajikan, panci tersebut dibalik sehingga urutan bahan-bahan masakan tadi menjadi terbalik.
Sekilas, mungkin nasi maqlubah ini berbentuk seperti nasi tumpeng atau nasi liwet yang berasal dari Indonesia. Akan tetapi, jika nasi tumpeng merupakan tumpukan nasi kuning dengan lauk pauk yang tertata di sekelilingnya, lain halnya dengan nasi maqlubah yang lauk pauknya berada di bawah nasi yang nasi tersebut menggunakan rempah-rempah seperti kabsah, kari dan lain-lain. Nasi maqlubah ini juga ada yang menggunakan beras pati, beras pati memiliki indeks glikemik lebih rendah sehingga aman untuk penderita diabetes, lebih sehat, dan tidak begah di perut.
Nasi maqlubah ini memiliki sejarah yang menarik, konon, nama asli makanan khas Negeri Syam ini adalah Badzinjaniyah, Badzinjan adalah Bahasa arab untuk menyebut terung, karena terdapat terung di dalam nasi tersebut. Ketika Shalahuddin Al-ayyubi menaklukan Baitul Maqdis dari penjajahan pasukan salib, Shalahuddin Al-ayyubi oleh ibu-ibu di Baitul maqdis disajikan Badzinjaniyah (nasi maqlubah), Ketika disajikan kepada Shalahuddin Al-ayyubi, beliau bertanya. “Nasi apa ini? Mengapa disajikan terbalik?”. Kemudian ibu-ibu tersebut mengatakan bahwa ini adalah masakan yang memberi mereka harapan. Disebut harapan karena ternyata dunia ini hari-harinya dipergilirkan di antara manusia, ada kalanya manusia terpuruk, ada kalanya manusia bangkit dan berada di puncak kejayaannya, artinya jika sedang terpuruk jangan kehilangan harapan, jika sedang berada di atas jangan lengah. Harus selalu berada dalam kesadaran bahwa kita sedang menjalani takdir Allah SWT. Semenjak hari itu, orang-orang Baitul Maqdis selalu memasak Badzinjaniyah, karena disebut maqlubah (terbalik) oleh Shalahuddin Al-ayyubi saat beliau bertanya, maka mereka menyebutnya nasi maqlubah.
Berdasarkan filosofi nasi maqlubah, mereka mempunyai keyakinan, meskipun sekarang terjajah besok pasti akan bebas. Ini juga mengingatkan pada zaman Imam Al-ghazali yang mengalami masa-masa pahit. Dahulu, Imam Al-ghazali rela berkeliling memberitakan kepada kaum muslimin bahwa kita akan kehilangan Baitul Maqdis, akan tetapi mereka tidak percaya, begitu Baitul Maqdis diambil oleh pasukan salib pertama tahun 1099, mereka terpuruk. Tetapi Imam Al-ghazali terus memberi semangat dan harapan untuk membangkitkan jihad, walaupun orang-orang mengatakan pasukan salib itu sangat kejam, semua dipenggal, sampai Baitul Maqdis pada tahun 1099, saat pemimpin pasukan salib menaklukannya, pemimpin salib tersebut banjir darah sampai lutut karena orang yahudi, orang muslim, dan orang Kristen ortodoks dipenggal. Namun Imam Al-ghazali tetap memberi harapan.
Pada akhirnya nasi ini lah nasi simbol harapan. Nasi maqlubah, makanan tradisional khas Palestina yang paling disukai untuk ifthar di Masjid Al-Aqsa dan menjadi saksi perjuangan rakyat Palestina, aktivis, dan pejuang kemerdekaan menentang penjajahan dari dahulu hingga sekarang. Nasi maqlubah ini mengajarkan bahwa semua ada harapan, jangan hilang harapan saat terpuruk dan jangan terlena di saat kita berada di atas. Seperti kaum muslimin pada saat itu, pada awalnya mereka terlena ketika berada di atas karena mengira Baitul Maqdis tidak akan lepas dari kaum muslimin, tetapi ternyata lepas juga. Akhirnya mereka terpuruk dan berpikir mereka tidak akan bisa menaklukan Baitul Maqdis kembali. Namun akhirnya Baitul Maqdis bisa ditaklukkan oleh kaum muslimin.
Hidangan kemenangan ini bermakna, keteguhan, ketegaran, tekad, dan kekukuhan. Hanadi mengatakan, kami balikkan saat menghidangkannya di hadapan mereka, seolah kami mengatakan: “Amati sesuka hatimu karena waktu akan berganti, sang pemenang yang akhirnya akan menertawakanmu. Kami yakin hari akan berganti dengan semerbaknya kemenangan, ketentraman dan kebanggaan. Setiap kali kalian menekan kami maka itu berarti kemenangan mendekat. Maka kami merayakannya di depan kalian dengan cara yang sama saat kami merayakannya dengan maqlubah”.
Semangat rakyat Palestina dalam menjaga Al Aqsa dan sekelilingnya tak pernah diragukan. Tak ada kata lelah atau menyerah, semua dilakukan sesuai dengan risalah-Nya. Sebagai sesama muslim kita berkewajiban mengirimkan doa sebanyak-banyaknya kepada saudara-saudara kita di Palestina yang kini masih terjajah, agar mereka diberikan kekuatan oleh Allah SWT. Selalu ada harapan untuk kembali bangkit karena pertolongan Allah SWT dekat.